Mesir dan Perangkap Amerika-Eropa di Sahara Libya

Share to :

alhikmah.ac.id – Kemenangan terbesar yang berhasil dicapai pemerintahan Amerika sekarang adalah ketika mereka sukses menugaskan negara-negara Arab untuk membasmi kelompok-kelompok islamis atau apa yang mereka sebut dengan teroris, tanpa Amerika harus turun tangan sendiri. Selanjutnya Amerika cukup menjadi penonton dan mengarahkan dari jauh tanpa harus mengorbankan satupun dari tentara militernya. Ini adalah kecanggihan Amerika dan ketolololan Arab.

Sangat mengejutkan, sekarang kita dapat menyaksikan pesawat-pesawat tempur Arab, pilot-pilot arab dapat menerbangkan pesawat tempur dengan sangat mahirnya, memborbardir terget-targetnya dengan tepat, membunuh mati musuh-musuhnya, menghancurkan rumah-rumah dan bangunan. Dan yang lebih menyedihkan, semua korbannya adalah warga Arab, dan rumah-rumah yang dibombardir hancur adalah rumah-rumah warga Arab Muslim, dan di negara-negara Muslim pula.
Dulu, Arab datang mengadu kepada Dewan Keamanan PBB dalam rangka memprotes permusuhan yang dilakukan oleh Israel, Arab meminta PBB untuk mengeluarkan keputusan agar Israel menghentikan serangannya, Arab ingin membuktikan bahwa Arab tidak bersalah dan berada di pihak yang benar. Tapi sekarang menjadi terbalik, Arab sekarang datang ke Dewan Keamanan PBB dan meminta PBB untuk intervensi secara militer ke negara Arab tertentu atas nama perang melawan teroris dan mengamputasi bahaya teroris, lalu menyerang negara-negara Arab dengan armada-armada militer udara dan laut milik Eropa-Amerika.
Sameh Shoukry, Menlu Mesir sekarang lagi berada di New York, dalam rangka menjalankan misi tersebut di atas. Sameh Shoukry, maupun teman-teman Arabnya yang lain tidak pernah mau melakukan hal sama ketika tank-tank dan pesawat-pesawat tempur dan roket-roket Israel memborbardir Arab dan warga Muslim di Jalur Gaza selama lebih dari 50 hari dan menelan 2200 korban warga sipil yang sepertiganya adalah anak-anak, ditambah lagi dengan puluhan ribu jumlah korban luka, dan bombardir yang meluluh-lantakkan lebih dari 1000 rumah. Bukankah tindakan Israel itu tergolong tindakan teroris super sadis? Bukankah korbannya juga manusia dan saudara se-arab dan seagama? Atau jangan-jangan tindakan teroris Israel sudah dianggap tindak terpuji?
Pembunuhan dan penyembelihan 21 orang warga koptik Mesir oleh ISIS Libya adalah tindakan kriminal sadis, dan kita semua wajib mengecamnya dengan keras. Tapi bukankah kita juga berhak meminta kepada pemerintahan Mesir dan masyarakat internasional yang dijadikan sebagai tameng untuk penyerangan ke Libya, agar mengambil tindakan yang serupa kepada anak-anak Gaza dan anak-anak Qana-Selatan Lebanon yang diteror Israel secara sadis. Dulu, apa pernah negara-negara Eropa memberikan dukungan kepada Mesir dan korban-korban penyerangan Israel di seluruh kota sepanjang terusan Suez pada zaman Perang Atrisi antara Mesir dan Israel yang berstatus menjajah dan membunuhi warga sipil yang tidak berdosa disepanjang terusan Suez?
Mereka membentuk tentara sekutu internasional yang terdiri dari 33 negara untuk menginvasi Irak dan menjajahnya. Mereka juga membentuk sekutu yang terdiri dari 150 negara sahabat Suriah untuk intervensi militer di sana, dan mereka juga membentuk 63  negara sekutu untuk membasmi ISIS sampai keakar-akarnya. Namun tidak ada yang berani jantan, baik Arab maupun Barat untuk membentuk sekutu untuk mengecam berbagai pembasmian manusia yang dilakukan oleh Israel.
Perbandingnya sudah sangat tepat, dan selagi nyawa masih di kandung badan maka selama itu pula, kami membicarakan Palestina dan berbagai tindak kriminal yang dilakukan Israel serta membongkar  standar ganda Amerika dan kemunafikan Arab.
Sekarang, semuanya mengharapkan intervensi militer internasional ke Libya. Sudah lupakah mereka bahwa intervensi militer 4 tahun lalu yang dimotori oleh Liga Arab dan didanai oleh negara-negara Teluk Arab dan dengan bantuan pesawat-pesawat tempur Arab (Qatar-UEA-Saudi). Intervensi meliter 4 tahun lalu itu telah menyulap Libya menjadi negara hancur yang kini dikuasai oleh milisi-milisi bersenjata, porak-poranda, banjir darah. Siapa yang akan menjamin bahwa intervensi militer internasional berikutnya bisa membuat Libya menjadi lebih baik?
Mari kita jujur, berapa total korban nyawa dan korban luka warga Libya yang dibakar oleh roket-roket pesawat tempur milik NATO waktu itu, 1000 kah, 10 ribu kah, 100 ribu kah?. Berapa pula yang menjadi korban yang ditembus oleh peluru milisi-milisi bersenjata, dan berapa pula korban perang saudara dan perang antar suku setelah rezim Libya jatuh? Dan berapa ribu nyawa lagi yang akan menjadi korban pecahan roket-roket pesawat tempur intervensi militer internasional berikutnya, kalau itu terjadi lagi?
Setiap bulannya, setidaknya ratusan personal militer Mesir meninggal di Sinai dalam rangka perang melawan “kelompok-kelompok teroris” sejak beberapa tahun yang lalu, begitu juga korban yang jatuh dari kalangan sipil. Apa Mesir pernah meminta militer internasional untuk intervensi ke Sinai dalam rangka membasmi teroris di kawasan tersebut?
Kita dapat memahami betapa marahnya pemerintah Mesir dan rakyat Mesir dan  menuntut balas dendam atas kematian warga koptik di Libya, ditambah lagi dengan kerumunan media yang sangat provokatif yang tiada duanya dan secara tiba-tiba. Namun yang mungkin tidak bisa kita fahami dan yang kita tidak mau mengerti adalah tindakan mengeksploitasi korban dengan tujuan menyeret Mesir dan militernya untuk kembali Perang Atrisi yang mungkin akan berlangsung selama bertahun yang hanya akan memakan ribuan korban dari rakyat Mesir dan Libya secara bersamaan.
Serangan udara yang akan dilakukan Mesir atau tentara sekutu, tidak akan dapat menghabisi kelompok-kelompok Islam garis keras seperti ISIS, ‘Anshar Syariah’, Qaeda, atau kelompok ‘Tauhid dan Jihad’. Buktinya mereka sudah lama melancarkan serangan udara malawan “teroris” di Afganistan, Irak dan kini di Suria. Namun sampai saat ini tidak pernah ada yang kunjung selesai. Tidak ada cara lain selain perang darat, dan itupun tidak ada jaminan suksesnya. Amerika sudah mencoba hal itu dan tidak perlu lagilah kita jelaskan.
Kita faham benar dengan kelicikan Amerika, Prancis dan Italia, merekalah yang menabuh genderang perang namun mereka tidak akan mengirim satupun dari personal militer mereka, dan mereka akan membiarkan tentara Mesir melaksanakan misi ini sendirian.
Lalu apakah tentera Mesir yang sejak 40 tahun lalu belum pernah berperang itu, sanggup untuk terjun perang gerilia di sebuah negara yang luasnya lebih dua juta KM persegi yang penuh dengan milisi-milisi dan berbagai suku bersenjata dan tidak punya pemerintahan sentral pula.
Tentara Mesir menghadapi kesulitan besar untuk menumpas “kelompok-kelompok teroris” di padang pasir Sinai yang jumlah penduduknya kurang dari 300 ribu warga, luasnya juga kurang dari 60 ribu KM persegi yang secara umum wilayah datar. Lalu bagaimana mungkin bisa diharapkan sukses untuk menumpas saudara-saudaranya di Libya sana?

oleh: Abdel Bari Atwan

admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter